DOKUMEN KURIKULUM 2013
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DESEMBER 2012
Daftar Isi
|
|
Hal.
|
|
|
|
|
DAFTAR ISI
|
i
|
I
|
PENDAHULUAN
|
1
|
|
A. Latar Belakang
|
|
|
B. Landasan Penyempurnaan Kurikulum
|
|
|
1. Landasan
Yuridis
|
2
|
|
2. Landasan
Filosofis
|
3
|
|
3. Landasan Teoritis
|
4
|
|
4. landasan Empiris
|
7
|
|
C.
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
|
9
|
II.
|
STRUKTUR
KURIKULUM
|
|
|
A.
Struktur
Kurikulum SD
|
13
|
|
B.
Struktur
Kurikulum SMP
|
15
|
|
C.
Struktur
Kurikulum SMA
|
15
|
|
|
|
III.
|
STRATEGI
IMPLEMENTASI
|
|
|
A. Implementasi Kurikulum
|
18
|
|
B. Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
|
19
|
|
C. Pengembangan Buku Siswa dan Pedoman Guru
|
19
|
|
D. Evaluasi Kurikulum
|
19
|
|
|
|
|
Lampiran:
|
|
|
1.
Kompetensi
Dasar SD Kelas I, II, III, IV, V, VI
|
|
|
2.
Kompetensi
Dasar SMP Kelas VII, VIII, IX
|
|
|
3.
Kompetensi
Dasar SMA Kelas XI, XII, XIII
|
|
|
4.
Hasil Uji
Publik
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara
Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan
upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Perwujudan dari amanat
Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang merupakan produk
undang-undang pendidikan pertama pada awal abad ke-21. Undang-undang ini
menjadi dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan
prinsip demokrasi, desentralisasi, dan otonomi pendidikan yang menjunjung
tinggi hak asasi manusia. Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, undang-undang
tentang sistem pendidikan nasional telah mengalami beberapa kali perubahan.
Pendidikan nasional,
sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas,
menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan
nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan
bangsa dan karakter.
Penyelenggaraan
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses
berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di
masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya
bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman.
Dari
sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu
unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi
bahwa kurikulum, yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat
diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1)
manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan
(3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi
pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
B.
LANDASAN PENYEMPURNAAN KURIKULUM
Secara
konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat
dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum
adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik
mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan
sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan
masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan
publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di
bidang pendidikan.
2. Landasan Filosofis
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional). Untuk mengembangkan dan membentuk watak dan peradaban
bangsa yang bermartabat, pendidikan berfungsi mengembangkan segenap potensi
peserta didik “menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab” (UU RI nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka
pengembangan kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa
masa kini, dan kehidupan bangsa di masa
mendatang.
Pendidikan
berakar pada budaya bangsa. Proses pendidikan adalah suatu proses pengembangan
potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pewaris dan pengembang
budaya bangsa. Melalui pendidikan berbagai nilai dan keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji,
dan dikembangkan menjadi budaya dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai
dengan zaman dimana peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan menjadi pewaris dan pengembang
budaya tersebut akan dimiliki peserta didik apabila pengetahuan, kemampuan
intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan
sosial memberikan dasar untuk secara
aktif mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, warganegara,
dan anggota umat manusia.
Pendidikan
juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala
aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini. Oleh karena
itu, konten pendidikan yang mereka
pelajari tidak semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga
hal-hal yang berkembang pada saat kini dan akan berkelanjutan ke masa
mendatang. Berbagai perkembangan baru dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi,
sosial, politik yang dihadapi masyarakat, bangsa dan umat manusia dikemas
sebagai konten pendidikan. Konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini
memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu terkait dengan kehidupan
masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, kemampuan berpartisipasi dalam
membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, dan memosisikan pendidikan yang
tidak terlepas dari lingkungan sosial, budaya, dan alam. Lagipula, konten
pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini akan memberi makna yang lebih
berarti bagi keunggulan budaya bangsa di masa lalu untuk digunakan dan
dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan
masa kini.
Peserta
didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang
diperolehnya dari pendidikan ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan 12
tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara. Atas dasar pikiran itu maka
konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya dan kehidupan masa kini
perlu diarahkan untuk memberi kemampuan bagi peserta didik menggunakannya bagi
kehidupan masa depan terutama masa dimana dia telah menyelesaikan pendidikan
formalnya. Dengan demikian sikap, keterampilan
dan pengetahuan yang menjadi konten pendidikan harus dapat digunakan untuk
kehidupan paling tidak satu sampai dua
dekade dari sekarang. Artinya, konten pendidikan yang dirumuskan dalam Standar
Kompetensi Lulusan dan dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar bagi
peserta didik untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan kehidupan mereka
sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warganegara yang produktif serta
bertanggungjawab di masa mendatang.
3. Landasan
Teoritis
Kurikulum
dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar dan teori
pendidikan berbasis kompetensi.
Pendidikan berdasarkan standar adalah
pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal hasil
belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar kualitas nasional
dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan
tersebut adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan.
Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP nomor 19
tahun 2005).
Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan
menjadi Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD, SMP, SMA,
SMK. Standar Kompetensi Lulusan satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu kemampuan proses,
konten, dan ruang lingkup penerapan komponen proses dan konten. Komponen proses
adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten menjadi kompetensi.
Komponen konten adalah dimensi kemampuan yang menjadi sosok manusia yang
dihasilkan dari pendidikan. Komponen ruang lingkup adalah keluasan lingkungan
minimal dimana kompetensi tersebut digunakan,
dan menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan
di atasnya serta jalur satuan pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan
pengetahuan dan keterampilan
untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana
yang bersangkutan berinteraksi.
Kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya
bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk membangun kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman belajar
tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia dengan
kualitas yang dinyatakan dalam SKL.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun 2005). Kurikulum
berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen,
proses, maupun penilaian
didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta
penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten
pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan
jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum
sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis,
kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi
konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu,
kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam
dimensi rencana tertulis, konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata
pelajaran sebagai unit organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran
terdapat konten spesifik yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata
pelajaran lain yaitu sikap dan keterampilan. Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber
bahan ajar yang spesifik dan berbagi untuk dikembangkan dalam dimensi proses
suatu kurikulum.
Kurikulum
dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi suatu
proses pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan
ide dan rancangan tersebut menjadi proses pembelajaran. Pemahaman guru tentang
kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana Program Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran.
Peserta didik berhubungan langsung dengan apa yang dilakukan guru dalam
kegiatan pembelajaran dan menjadi
pengalaman langsung peserta didik. Apa yang dialami peserta didik akan menjadi
hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses
pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi
dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah “outcomes-based curriculum” dan oleh
karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang
dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum
diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai pencapaian
kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.
Karakteristik kurikulum
berbasis kompetensi adalah:
(1) Isi
atau konten kurikulum adalah
kompetensi
yang dinyatakan
dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
(2) Kompetensi
Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus
dipelajari
peserta
didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
(3) Kompetensi
Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata
pelajaran di kelas tertentu.
(4) Penekanan
kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan
pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh
banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi
kepedulian utama kurikulum.
(5) Kompetensi
Inti menjadi unsur organisatoris
kompetensi bukan konsep, generalisasi,
topik atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau
“content-based curriculum”.
(6) Kompetensi
Dasar yang dikembangkan didasarkan pada
prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
(7) Proses
pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang
memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana
pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik
adalah kemampuan
penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan
memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung.
(8) Penilaian
hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya
segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan
kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan
tingkat memuaskan).
4. Landasan
Empiris
Pada
saat ini perekonomian Indonesia terus tumbuh di tengah bayang-bayang resesi
dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2005 sampai dengan 2008
berturut-turut 5,7%, 5,5%, 6,3%, 2008: 6,4% (www.presidenri.go.id/index.php/indikator). Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara- negara ASEAN sebesar 6,5 – 6,9 % (Agus D.W.
Martowardojo, dalam Rapat Paripurna DPR, 31/05/2012). Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus
dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang
tangguh, kreatif, ulet, jujur, dan mandiri, sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia
di masa depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil
seleksi alam, namun karena hasil gemblengan pada tiap jenjang satuan pendidikan
dengan kurikulum sebagai pengarahnya.
Sebagai
negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan
beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun
ancaman disintegrasi bangsa masih tetap ada. Kurikulum harus mampu membentuk
manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat
untuk memajukan jatidiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan
untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia.
Dewasa
ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan
kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda,
misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah
bahwa kekerasan tersebut bersumber
dari
kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa
salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu
menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya
dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum
perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran
yang dapat menjawab kebutuhan ini.
Berbagai
elemen masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan
dengan beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini
bahkan secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke
sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat
sekolah dasar. Oleh karena
itu kurikulum
pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni
baca, tulis, dan hitung serta
pembentukan
karakter.
Berbagai
kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih
adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN menunjukkan mendesaknya upaya
menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam
satuan pendidikan. Maka kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi
nilai-nilai kejujuran pada peserta didik.
Pada
saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi
secara negatif lingkungan alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air
bersih,
adanya potensi rawan pangan pada berbagai belahan dunia, dan pemanasan global
merupakan tantangan yang harus dihadapi generasi muda di masa kini dan di masa
yang akan datang. Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran
dan kepedulian generasi muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan
untuk merumuskan pemecahan masalah secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan
dan ketahanan pangan.
Dengan
berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus
ditingkatkan. Hasil studi
PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi
yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru
bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends
in International Mathematics and Science Study) menunjukkan
siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami
informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3)
pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini
menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani
peserta didik dengan konten namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan
semua warga negara untuk berperanserta dalam membangun negara pada masa mendatang.
C. PRINSIP-PRINSIP
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan
kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Kurikulum
satuan pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran.
Atas dasar prinsip tersebut maka kurikulum sebagai rencana adalah rancangan
untuk konten pendidikan yang harus dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah
menyelesaikan pendidikannya di satu satuan atau jenjang pendidikan tertentu. Kurikulum
sebagai proses adalah totalitas pengalaman belajar peserta didik di satu satuan
atau jenjang pendidikan untuk menguasai konten pendidikan yang dirancang dalam
rencana.
Hasil
belajar adalah perilaku peserta didik secara keseluruhan dalam menerapkan
perolehannya di masyarakat.
2. Standar kompetensi lulusan
ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program
pendidikan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun
maka Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi dasar pengembangan kurikulum
adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses
pendidikan selama 12 tahun. Selain itu sesuai dengan fungsi dan tujuan jenjang
pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta fungsi dan tujuan dari
masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan maka
pengembangan kurikulum didasarkan pula atas Standar Kompetensi Lulusan
pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta Standar Kompetensi satuan
pendidikan.
3. Model
kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa
sikap, pengetahuan, keterampilan
berpikir, dan
keterampilan
psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran. Kompetensi yang
termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam satu mata pelajaran.
Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan dikemas dalam setiap mata
pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran dan diorganisasikan dengan
memperhatikan prinsip penguatan (organisasi horizontal) dan keberlanjutan
(organisasi vertikal) sehingga memenuhi prinsip akumulasi dalam pembelajaran.
4. Kurikulum
didasarkan pada prinsip
bahwa setiap sikap, keterampilan
dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai
setiap peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis
kompetensi.
5. Kurikulum
dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat. Atas dasar prinsip perbedaan
kemampuan individual
peserta didik, kurikulum
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memiliki tingkat penguasaan di
atas standar yang telah ditentukan (dalam sikap, keterampilan dan pengetahuan). Oleh karena itu beragam program dan pengalaman belajar disediakan
sesuai dengan minat dan
kemampuan awal peserta didik.
6. Kurikulum
berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta
lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan
berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar.
7. Kurikulum
harus tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi,
dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, budaya, teknologi,
dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu konten kurikulum harus
selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni; membangun rasa ingin
tahu dan kemampuan bagi
peserta didik untuk mengikuti dan
memanfaatkan secara tepat hasil-hasil ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
8. Kurikulum
harus relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pendidikan tidak boleh memisahkan peserta didik dari lingkungannya dan pengembangan kurikulum didasarkan kepada prinsip relevansi pendidikan dengan
kebutuhan dan lingkungan hidup.
Artinya, kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari
permasalahan di lingkungan
masyarakatnya sebagai konten kurikulum dan kesempatan untuk mengaplikasikan
yang dipelajari di kelas dalam kehidupan di masyarakat.
9. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pemberdayaan
peserta didik untuk belajar sepanjang hayat dirumuskan dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan dasar yang dapat
digunakan untuk mengembangkan budaya belajar.
10. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dikembangkan
melalui penentuan struktur kurikulum, Standar Kemampuan/SK dan Kemampuan Dasar/KD
serta silabus.
Kepentingan daerah dikembangkan untuk
membangun manusia yang tidak tercabut dari akar budayanya dan mampu
berkontribusi langsung kepada masyarakat di sekitarnya. Kedua kepentingan ini saling mengisi dan memberdayakan keragaman
dan kebersatuan yang dinyatakan dalam Bhinneka Tunggal Ika untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
11. Penilaian
hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat untuk mengetahui kekurangan yang
dimiliki setiap peserta didik atau sekelompok peserta didik. Kekurangan
tersebut harus segera diikuti dengan proses perbaikan terhadap kekurangan dalam aspek
hasil belajar yang dimiliki seorang atau sekelompok peserta didik.
BAB II
STRUKTUR KURIKULUM
Struktur
kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender
pendidikan. Mata pelajaran terdiri atas:
- Mata
pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan
pada setiap satuan atau jenjang pendidikan
- Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta
didik sesuai dengan pilihan mereka.
Kedua
kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) terutama dikembangkan
dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA dan SMK) sementara itu
mengingat usia dan perkembangan psikologis peserta didik usia 7 – 15 tahun maka
mata pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta didik SD dan SMP.
1. Struktur
Kurikulum SD
Beban
belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama
satu semester. Beban belajar di SD Tahun I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk Tahun IV, V, dan
VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD adalah 40 menit.
Struktur
Kurikulum SD adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
Kelompok A
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Pendidikan
Agama
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
3.
|
Bahasa
Indonesia
|
8
|
8
|
10
|
10
|
10
|
10
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
Kelompok
B
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Seni
Budaya dan Keterampilan
(termasuk
muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
6
|
6
|
6
|
2.
|
Pendidikan
Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
(termasuk
muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Jumlah
Alokasi Waktu Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
= Pembelajaran Tematik Terintegrasi
|
|
Kelompok
A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek
intelektual dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih
menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
Integrasi
konten IPA dan IPS adalah berdasarkan makna mata pelajaran sebagai organisasi
konten dan bukan sebagai sumber dari konten. Konten IPA dan IPS diintegrasikan
ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia dan Matematika yang harus ada
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran
yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran.
Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam 2 (dua) hal, yaitu integrasi sikap,
kemampuan/keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran serta pengintegrasian
berbagai konsep dasar yang berkaitan.
Tema memberikan makna kepada konsep dasar tersebut
sehingga peserta didik tidak mempelajari konsep dasar tanpa terkait dengan
kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna nyata kepada
peserta didik.
Tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan
manusia. Keduanya adalah pemberi makna yang substansial terhadap bahasa, PPKn,
matematika dan seni budaya karena keduanya adalah lingkungan nyata dimana
peserta didik dan masyarakat hidup. Disinilah kemampuan dasar/KD dari IPA dan
IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain yang memiliki peran penting
sebagai pengikat dan pengembang KD mata pelajaran lainnya.
Berdasarkan sudut pandang psikologis, tingkat
perkembangan peserta didik tidak cukup abstrak untuk memahami konten mata
pelajaran secara terpisah-pisah. Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt
memberi dasar yang kuat untuk integrasi KD yang diorganisasikan dalam
pembelajaran tematik. Dari sudut pandang transdisciplinarity
maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak memberikan
keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya.
2. Struktur
Kurikulum SMP
Beban belajar di SMP untuk
Tahun VII, VIII, dan IX masing-masing 38 jam per minggu. Jam belajar SMP adalah
40 menit.
Struktur
Kurikulum SMP adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU
|
VII
|
VIII
|
IX
|
Kelompok A
|
|
|
|
1.
|
Pendidikan Agama
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
6
|
6
|
6
|
4.
|
Matematika
|
5
|
5
|
5
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
5
|
5
|
5
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
4
|
4
|
4
|
7.
|
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
Kelompok B
|
|
|
|
1.
|
Seni Budaya (termasuk muatan lokal)
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Prakarya
(termasuk muatan lokal)
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
|
38
|
38
|
38
|
Kelompok
A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek
intelektual dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih
menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
3. Struktur
Kurikulum SMA
Untuk
menerapkan konsep kesamaan antara SMA dan SMK maka dikembangkan kurikulum
Pendidikan Menengah yang
terdiri atas Kelompok mata pelajaran Wajib dan Mata pelajaran Pilihan. Mata
pelajaran wajib sebanyak 9 (Sembilan)
mata
pelajaran dengan beban belajar 18 jam per minggu. Konten kurikulum (Kompetensi
Inti/KI
dan KD) dan kemasan konten serta label konten (mata pelajaran) untuk mata
pelajaran wajib bagi SMA dan SMK adalah
sama.
Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta didik adalah subjek dalam
belajar dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai dengan minatnya.
Mata
pelajaran pilihan terdiri atas pilihan akademik (SMA) serta pilihan akademik dan vokasional (SMK).
Mata pelajaran pilihan ini memberikan corak kepada fungsi satuan pendidikan dan di dalamnya terdapat pilihan sesuai
dengan minat peserta didik. Beban belajar di SMA untuk Tahun X, XI, dan XII
masing-masing 43
jam belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45 menit.
Struktur
Kurikulum Pendidikan Menengah kelompok mata pelajaran wajib sebagai berikut.
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
|
X
|
XI
|
XII
|
Kelompok Wajib
|
|
|
|
1.
|
Pendidikan
Agama
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
3.
|
Bahasa
Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4.
|
Matematika
|
4
|
4
|
4
|
5.
|
Sejarah Indonesia
|
2
|
2
|
2
|
6.
|
Bahasa
Inggris
|
2
|
2
|
2
|
7.
|
Seni
Budaya
|
2
|
2
|
2
|
8.
|
Prakarya
|
2
|
2
|
2
|
9.
|
Pendidikan
Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah
Jam Pelajaran Kelompok Wajib per
minggu
|
23
|
23
|
23
|
Kelompok Peminatan
|
|
|
|
Mata Pelajaran Peminatan Akademik
(SMA)
|
20
|
20
|
20
|
Mata Pelajaran Peminatan Akademik dan
Vokasi (SMK)
|
28
|
28
|
28
|
Kompetensi Dasar mata pelajaran wajib memberikan
kemampuan dasar yang sama bagi tamatan Pendidikan Menengah antara mereka yang
belajar di SMA dan SMK.
Bagi
mereka yang memilih SMA tersedia pilihan kelompok peminatan (sebagai ganti
jurusan) dan pilihan antar kelompok peminatan dan bebas. Nama Kelompok
Peminatan digunakan karena memiliki keterbukaan untuk belajar di luar kelompok
tersebut sedangkan nama jurusan memiliki konotasi terbatas pada apa yang
tersedia pada jurusan tersebut dan tidak boleh mengambil mata pelajaran di luar
jurusan.
Struktur
Kelompok Peminatan Akademik (SMA) memberikan keleluasaan bagi peserta didik sebagai
subjek tetapi juga berdasarkan pandangan bahwa semua disiplin ilmu adalah sama
dalam kedudukannya. Nama kelompok minat diubah dari IPA, IPS dan Bahasa menjadi
Matematika dan Sains, Sosial, dan Bahasa. Nama-nama ini tidak diartikan sebagai
nama kelompok disiplin ilmu karena adanya berbagai pertentangan fisolosfis
pengelompokan disiplin ilmu. Berdasarkan filosofi rekonstruksi sosial maka nama
organisasi kurikulum tidak terikat pada nama disiplin ilmu.
Terlampir di bawah adalah mata pelajaran peminatan dan
mata pelajaran pilihan (pendalaman minat dan lintas minat).
MATA
PELAJARAN
|
Kelas
|
X
|
XI
|
XII
|
Kelompok Wajib
|
23
|
23
|
23
|
Peminatan Matematika dan Sains
|
|
|
|
I
|
1
|
Matematika
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Biologi
|
3
|
4
|
4
|
3
|
Fisika
|
3
|
4
|
4
|
4
|
Kimia
|
3
|
4
|
4
|
Peminatan Sosial
|
|
|
|
II
|
1
|
Geografi
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Sejarah
|
3
|
4
|
4
|
3
|
Sosiologi dan
Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
4
|
Ekonomi
|
3
|
4
|
4
|
Peminatan Bahasa
|
|
|
|
III
|
1
|
Bahasa dan Sastra Indonesia
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Bahasa dan Sastra Inggris
|
3
|
4
|
4
|
3
|
Bahasa dan Sastra Asing lainnya
|
3
|
4
|
4
|
4
|
Sosiologi
dan Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
Mata Pelajaran Pilihan
|
|
|
|
|
|
Pilihan
Pendalaman Minat atau Lintas Minat
|
6
|
4
|
4
|
Jumlah Jam Pelajaran Yang Tersedia
|
73
|
75
|
75
|
Jumlah Jam Pelajaran Yang harus
Ditempuh
|
41
|
43
|
43
|
BAB III
STRATEGI IMPLEMENTASI
A.
Implementasi Kurikulum
Implementasi
kurikulum adalah usaha bersama antara Pemerintah dengan pemerintah daerah
propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
1. Pemerintah
bertanggungjawab
dalam mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan kurikulum.
2. Pemerintah
bertanggungjawab dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum secara
nasional.
3. Pemerintah
propinsi bertanggungjawab dalam melakukan supervisi dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kurikulum di propinsi terkait.
4. Pemerintah
kabupaten/kota bertanggungjawab dalam memberikan bantuan profesional kepada
guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan kurikulum di kabupaten/kota terkait.
Stategi Implementasi Kurikulum terdiri atas:
1. Pelaksanaan
kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
- Juli
2013: Kelas I, IV, VII, dan X
- Juli
2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI
- Juli
2015: kelas I, II,
III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII
2. Pelatihan
Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, dari tahun 2013 – 2015
3. Pengembangan
buku siswa dan buku
pegangan guru dari tahun 2012 – 2014
4. Pengembangan
manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah
(budaya kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari –
Desember 2013
5. Pendampingan
dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah
implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013 – 2016
B. Pelatihan
Pendidik dan Tenaga
Kependidikan/PTK
Pelatihan
PTK adalah
bagian dari pengembangan kurikulum. Pelatihan PTK disesuaikan dengan strategi implementasi yaitu: Tahun pertama 2013 sampai tahun 2015 ketika kurikulum sudah dinyatakan
sepenuhnya diimplementasikan.
Strategi pelatihan dimulai dengan melatih calon
pelatih (Master Trainer) yang terdiri atas unsur-unsur, yaitu Dinas Pendidikan,
Dosen, Widyaiswara, guru inti nasional, pengawas dan kepala sekolah
berprestasi.
Langkah berikutnya adalah melatih master teacher yang terdiri dari guru inti, pengawas dan kepala
sekolah.
Pelatihan yang bersifat masal dilakukan dengan
melibatkan semua guru kelas dan guru mata pelajaran di tingkat SD, SMP dan
SMA/SMK.
C. Pengembangan
Buku Siswa dan
Pedoman Guru
Implementasi
kurikulum dilengkapi dengan buku
siswa dan pedoman guru yang disediakan oleh Pemerintah. Strategi
ini memberikan jaminan terhadap kualitas isi/bahan ajar dan penyajian buku
serta bahan
bagi pelatihan guru dalam keterampilan
melakukan pembelajaran dan penilaian
pada proses serta hasil belajar peserta didik.
Pada
bulan Juli 2013 yaitu pada
awal
implementasi Kurikulum 2013 buku sudah dimiliki oleh setiap peserta didik dan
guru.
Ketersediaan
buku adalah untuk meringankan beban orangtua karena orangtua tidak perlu
membeli buku baru.
D. Evaluasi
Kurikulum
Pelaksanaan
evaluasi implementasi kurikulum dilaksanakan sebagai berikut:
Jenis
Evaluasi:
Formatif
sampai tahun Belajar 2015-2016
Sumatif:
Tahun Belajar 2016 secara menyeluruh untuk menentukan kelayakan ide, dokumen,
dan implementasi kurikulum.
Evaluasi
pelaksanaan kurikulum diselenggarakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan kurikulum dan
membantu kepala sekolah dan guru menyelesaikan masalah tersebut. Evaluasi
dilakukan pada setiap satuan pendidikan dan dilaksanakan pada satuan pendidikan
di wilayah kota/kabupaten secara rutin dan bergiliran.
1. Evaluasi
dilakukan di akhir tahun ke
II dan ke V SD, tahun ke VIII SMP dan tahun ke XI SMA/SMK. Hasil dari evaluasi digunakan
untuk memperbaiki kelemahan hasil belajar peserta didik di kelas/tahun
berikutnya.
2.
Evaluasi akhir tahun ke VI SD, tahun ke IX SMP, tahun ke XII SMA/SMK dilakukan untuk menguji
efektivitas kurikulum dalam mencapai Standar Kemampuan
Lulusan (SKL).